Asal Usul Gelar Andi pada Bangsawan Bugis - FAKTA SOK TAU

Asal Usul Gelar Andi pada Bangsawan Bugis

arifuddinali.blogspot.com - Asal-usul gelar andi yang disematkan di depan nama ningrat bugis memang menjadi pertanyaan banyak orang. Bermacam-macam pendapat dari para sejarawan ataupun kisah orang-orang renta dulu perihal awal mula munculnya gelar andi di dalam masyarakat bugis, namun belum ada yang sanggup menyampaikan bukti atau sumber yang benar-benar sanggup dijadikan rujukan mutlak.

Dari beberapa sumber yang kami dapatkan, maka sanggup diuraikan secara singkat perihal penggunaan nama Andi sebagai gelar yang digunakan para ningrat Bugis.

Sebutan “Andi” yaitu sebutan alur kebangsawanan yang diwariskan hasil genetis (keturunan) Lapatau, pasca Bugis merdeka dari orang Gowa.” Andi” ini dimulai ketika 24 Januari 1713 digunakan sebagai extention untuk semua keturunan hasil perkawinan Lapatau dengan putri Raja Bone sejati, Lapatau dengan putri Raja Luwu (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri raja Wajo (yang bersekutu dengan kerajaan Gowa), Lapatau dengan putri Sultan Hasanuddin (Sombayya Gowa), Anak dan cucu Lapatau dengan putri Raja Suppa dan Tiroang. Anak dan cucu Lapatau dengan putri raja sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat di Celebes.

Perkawinan tersebut sebagai upaya VOC untuk membangun dan mengendalikan sosiologi gres di Celebes. Dan dengan alasan ini pula maka semua ningrat pria yang potensial pasca perjanjian bungaya, yang extrim dikejar hingga ke pelosok nusantara dan yang softly diminta tinggalkan bumi sawerigading (Celebes).

Siapa yang pungkiri kalau (Alm) Jendral Muhammad Yusuf yaitu ningrat Bugis, tetapi ia enggan menggunakan produk exlusivisme buatan VOC. Beliau sejatinya orang Bugis genetis sang Sawerigading. Siapa pula yang pungkiri bahwa Yusuf Kalla yaitu ningrat Bugis tetapi ia tidak menggunakan gelar “Andi” alasannya yaitu bukan keturunan pribadi Lapatau.

Dalam versi lain, walaupun kebenaraannya masih dipertanyakaan selain alasannya yaitu belum ditemukan catatan secara tertulis dalam “Lontara” tetapi ada baiknya juga dipaparkan sebagai salah satu referensi penggunaan nama “Andi” tersebut. Di era pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri relasi Bone dan VOC penuh dengan ketegangan dan berakhir dengan istilah “Rompana Bone“. Dalam menghadapi Belanda dibentuklah pasukan khas yaitu pasukan “Anre Guru Ana’ Karung” yang di pimpin sendiri Petta Ponggawae. Dalam pasukan tersebut tidak di batasi hanya kepada bawah umur Arung (bangsawan) saja tetapi juga kepada bawah umur muda tanggung yang orangtuanya memiliki kedudukan di tempat masing-masing menyerupai anak pabbicara’e, salewatang dan lain-lain, bahkan ada dari masyarakat to meredaka. Mereka memiliki ilmu sebagai “Bakka Lolo dan Manu Ketti-ketti“. Anggota pasukan tersebut disapa dengan gelaran “Andi” sebagai keluarga muda angkat Raja Bone yang rela mati demi patettong’ngi alebbirenna Puanna (menegakkan kehormatan rajanya).

Menurut kisah orang-orang renta Bone, Petta Imam Poke ketika mendapatkan tamu yang mamakai gelaran “Andi” atau “Petta” dari tempat khusus Bone maka yang pertama ditanyakan “Nigatu Wija idi’ Baco/Baso? (anda keturunan siapa Baso/Baco?). Baso/Baco yaitu sapaan untuk anak laki-laki. Jika mereka menjawab “Iyye, iyya atanna Petta Pole (saya yaitu hambanya Petta Pole)”, maka Petta Imam Poke menyampaikan “Koki tudang ana baco/baso” (duduklah disamping saya) sambil menyampaikan erat tempat duduknya, maka nyatalah bahwa “Andi” mereka pakai memang keturunan ningrat pattola, cera dan rajeng, tetapi kalau tanggapan Petta menyampaikan “oohh, enreki mai ana baco” sambil menyampaikan tempat duduk di ruang tamu maka nyatalah “Andi” mereka pakai alasannya yaitu geleran bagi anak ponggawa kampong (panglima) atau ana to maredeka yang pernah ikut dalam pasukan khas tersebut.
Dalam versi yang hampir sama, gelar “Andi” pertama kali digunakan oleh Raja Bone ke-30 dan ke-32 La Mappanyukki, ia yaitu Putra Raja Gowa dan Putri Raja Bone. Gelar itu disematkan didepan nama ia pada Tahun 1930 atas Pengaruh Belanda. Gelar Andi tersebut bertujuan untuk menandai Bangsawan-bangsawan yang berada dipihak Belanda, dan ketika melihat banyak sekali laba dan fasilitas yang diperoleh bagi Bangsawan yang menggunakan gelar “Andi” didepan namanya, hasilnya setahun kemudian secara serentak seluruh Raja-Raja yang berada di Sulawesi Selatan menggunakan Gelar tersebut didepan namanya masing-masing.

Kelihatannya kita harus membuka lontara antara era pemerintahan La Tenri Tatta Petta To Ri Sompa’e hingga La Mappanyukki khususnya versi Bone alasannya yaitu era itulah terjadi jalinan kolaborasi maupun perseteruan antara Raja-Raja di celebes dengan VOC, selain itu orang yang bersangkutan menyaksikan awal penggunaan secara meluas bagi Ana’ Arung juga semakin sukar dicari alias sudah banyak yang berpulang ke Rahmatullah, salah satu pakar yang begitu berakal perihal duduk masalah ini yaitu Almahrum Tau Ri Passalama’e Anre Gurutta H.A.Poke Ibni Mappabengga (Mantan imam besar mesjid Raya Bone)…
Gelar Andi, berdasarkan Susan Millar dalam bukunya ‘Bugis Weddings’ (telah diterbitkan oleh Ininnawa berjudul (Perkawinan Bugis) disinggung bagaimana proses lahirnya gelar Andi itu. Memang, menyerupai yang disinggung di atas, ketika itu Pemerintah Belanda di tahun 1910-1920an ingin memperbaiki relasi dengan para ningrat Bugis dengan membebaskan keturunan ningrat dari kerja paksa. Saat itu muncul duduk masalah bagaimana memilih seorang berdarah ningrat atau tidak. Akibatnya, berbondong-bondonglah warga mendatangi raja dan menegosiasikan diri mereka untuk diakui sebagai bangsawan, alasannya yaitu rumitnya proses itu maka dibuatlah sebuah gelar gres untuk memilih kebangsawanan seseorang dengan derajat yang lebih rendah. di pakailah kata Andi untuk menyampaikan kebangsawanan seseorang dalam bentuk akta (mungkin homogen akta yang menyampaikan bahwa yang bersangkutan telah lulus dalam kursus montir kendaraan beroda empat atau sejenisnya).

Penggunaan Andi ketika itu juga bermacam-macam di setiap kerajaan. Soppeng contohnya hanya menetapkan bahwa gelar Andi yaitu ningrat pada derajat keturunan ketiga, sementara Wajo dan Bone hingga keturunan ketujuh.

Dari sumber berikutnya sanggup kami uraikan sebagai berikut. Gelar Kebangsawanan “Datu” yaitu gelar yang sudah ada semenjak adanya kerajaan Bugis, di Luwu misalnya, semua raja bergelar Datu, dan Datu yang berprestasi bergelar Pajung, jadi tidak semua yang bergelar Datu disebung Pajung. Sama halnya di Bone, semua raja bergelar Arung, tapi tidak semua Arung bergelar Mangkau, hanya arung yang berprestasi bergelar Mangkau. Begitu juga di Makassar atau Gowa, semua ningrat atau raja-raja bergelar Karaeng, hanya yang menjadi raja di Gowa yang bergelar Sombaiya.

Gelar kebangsawanan lainnya, mengikut kepada pemerintahan atau panggaderen di bawahnya, menyerupai Sulewatang, Arung, Petta, dan lain-lain. Kaprikornus gelar itu mengikut terhadap jabatan yang didudukinya. Sementara untuk keturunannya yang mengambarkan sebagai keturunan bangsawan, di Makassar dipanggil Karaeng. sedang di Bugis dipanggil Puang, dan di Luwu dipanggil Opu.

Adapun gelar Andi, pertama-tama yang menggunakannya yaitu Andi Mattalatta untuk membedakan antara pelajar dari turunan ningrat dan rakyat biasa. Dan gelar Andi inilah yang diikuti oleh turunan ningrat Luwu, dan Makassar. Kaprikornus di zaman Andi Mattalattalah gelar ini muncul.

Gelar “Andi” gres ada sehabis era Pemerintah Kolonial Belanda (PKB). Setelah 1905, Sulawesi Selatan benar-benar ditaklukkan Belanda dan terjadi kekosongan kepemimpinan lokal. Tahun 1920-1930an PKB mencanangkan membentuk Zelf Beestuur (Pemerintah Pribumi/Swapraja) yang dibawahi oleh Controleur (Pejabat Belanda) untuk Onder Afdeling. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, bila memang Andi diidentikan dengan Belanda, mengapa pejuang kemerdekaan (Datu Luwu Andi Jemma, Arumpone, Andi Mappanyukki, Ranreng Tuwa Wajo Andi Ninnong) tetap menggunakan gelar Andi didepan namanya sementara mereka justru menolak dijajah? tapi juga harus diakui bahwa ada juga yang berinisial Andi yang tunduk patuh pada PKB. Nah ini yang kita harus bijak menilai antara gelar dan pilihan personal terhadap kemerdekaan/penjajahan.

Secara umum Bangsawan Bugis berasal dari pemimpin-pemimpin anang/kampung/wanua sebelum datangnya To Manurung/To Tompo. Pimpinan-pimpinan kampung ini yang selanjutnya disebut kalula/arung dengan nama alias/gelar berbeda-beda yang diubahsuaikan dengan nama kampung/kondisi/perilaku bersangkutan yang dia peroleh melalui pengangkatan/pelantikan oleh sekelompok anang/masyarakat maupun secara kekerasan (peperangan bersenjata) yang selanjutnya diwariskan secara bebuyutan kepada andal warisnya, kecuali bila dikemudian hari ternyata dia ditaklukkan dan diganti oleh penguasa yang lebih tinggi/kuat.

Sedangkan To Manurung dan To Tompo yang, ‘asal usul’ dan ‘namanya’ kadang kala tidak diketahui dan segala kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya, oleh sekelompok pimpinan kalula/arung/matoa setuju untuk mengangkatnya menjadi ketua kelompok dikalangan kalula/arung yang selanjutnya menjadi penguasa/raja yang berarti pula pondasi dasar sebuah kerajaan/negara telah terbentuk –dimana tanah/wilayah, pemimpin/penguasa dan legalisasi dari segenap rakyat sudah terpenuhi.

Penguasa/Raja biasanya kawin dengan sesama To Manurung/To Tompo [jika dia 'ada'/muncul tanpa didampingi pasangannya] dan pada tahap awal cenderung mengawinkan anak-anaknya dengan ningrat lokal yang sudah ada sebelumnya. Ketika kerajaan-kerajaan kecil tadi dalam perkembangannya menjadi kerajaan besar, barulah perkawainan anak antar-kerajaan mulai diterapkan oleh Arung Palakka.


FATIMAH BANRI (WE BANRI GAU)
(1871 – 1895)
We Fatimah Banri atau We Banri Gau Arung Timurung menggantikan ayahnya Singkeru’ Rukka Arung Palakka menjadi Mangkau’ di Bone. Dalam khutbah Jumat namanya disebut sebagai Sultanah Fatimah dan digelarlah We Fatimah Banri Datu Citta. Pada tahun 1879 M. kawin dengan sepupu satu kalinya yang berjulukan La Magguliga Andi Bangkung Karaeng Popo, anak dari We Pada Daeng Malele Arung Berru dengan suaminya I Malingkaang KaraengE ri Gowa.

Yang menjadi tanda tanya yaitu :
Apakah sebelum La Magguliga Andi Bangkung Karaeng Popo masih ada juga yang menggunakan nama/gelar itu sebelumnya?

Mengapa kata ‘Andi’ yg digunakan/disepakati sebagai penandaan gelar bagi kaum ningrat Sulawesi Selatan pada ketika itu hingga dengan sekarang? Kenapa bukan Karaeng atau Raden atau Uwak atau dan lain-lain?

Urgensi tata cara pandangan dalam asal-usul Andi itu bahwasanya alasannya yaitu tata cara pandang tergantung nara sumber data yang dimilki.

Perbedaan sanggup kita lihat sebagai berikut yaitu :
Apabila yg menggunakan data dari sytem pemerintahan yang pada proses pendudukan Belanda mungkin ada benarnya bahwa Andi yaitu proteksi Belanda, tapi ini akan menjadikan pertanyaan yaitu : Apakah proteksi nama Andi dimana posisi ningrat ketika itu simpel dan simpel melihat yang mana pro dan anti terhadap Belanda alasannya yaitu baik pro dan anti Belanda semuanya menyandang gelar itu?, kemudian apakah rujukan yang paling simpel ketika Andi Mappanyukki sebagai tokoh yg mempopulerkan nama Andi merupakan orang anti Belanda?

Dari pertanyaan diatas sanggup disimpulkan sementara bahwa kata asal-usul nama Andi yaitu proteksi Belanda telah gugur.

Apabila data yang mengacu alasannya yaitu istilah penghormatan dari masyarakat luar Bugis atau hasilnya digunakan oleh Belanda terhadap ningrat Bugis dianggap alasannya yaitu sama sederajat juga ada benarnya dimana yang dulunya istilah Adik yaitu Andri menjadi Andi itu sangat relevan alasannya yaitu rujukan sangat konkrit yaitu sosok Andi Mappanyukki pada sejarah Kronik Van Paser yang namanya disebut hanya La Mappanyukki saja, namun alasannya yaitu banyaknya tetua Bangsawan Wajo hidup di Paser ketika itu hingga menyampaikan Andri sehingga masyarakat suku-suku Paser, Kutai dayak hingga Banjar sulit menyebutkan dan mengakibatkan penyebutan menjadi Andi saja, hal yang sama ketika salah satu Ibukota Kerajan Kutai diberikan nama oleh masyarakat Bugis yang berjulukan Tangga Arung namun sulit penyebutannya oleh masyarakat setempat menjadi Tenggarong.

Ini juga menjadi data akurat bahwa nama Andi yaitu aktualisasi perubahan dari Andri yang tidak sanggup diucapkan dan akhrinya masuk ke wilayah orang Belanda dimana orang-orang bule baik Belanda, Portugis hingga Inggris sulit menyebut karakter “R”.

Data yg paling cukup berpengaruh yaitu bila suatu kampung (Wanua, Limpo) yang hampir seluruhnya didiami oleh keturunan ningrat dimana semuanya sejajar ketika dikampung mereka hanya disebut La Nu dan hanya namanya La Nu tapi pada ketika dia keluar secara otomatis masyarakat luar melekatkan nama Andi didepannya.menajdi Andi Nu (sebenarnya banyak tokoh di kala ke 18 telah diberi nama Andi sebelum Andi Mappanyukki).

Dari beberapa uraian yang dipaparkan di atas mungkin sulit untuk mengambil kesimpulan asal-usul gelar “Andi” bagi ningrat bugis, namun yang terpenting yaitu dengan membaca beberapa referensi setidaknya kita sanggup menambah wawasan kita perihal sejarah Bugis. (makassartoday.com)
Open Comments

0 Comment

Posting Komentar

Berkomentarlah sesuai dengan isi konten , komentar yang keluar dari topik , mengandung unsur kekerasan akan di anggap spam dan akan di hapus oleh admin ...

ADVERTISING FOR ARTICLES

MIDDLE ADVERTISING ARTICLES V1

MIDDLE ADVERTISING ARTICLES V1

Iklan Bawah Artikel

Copyright © 2019 - 2020 FAKTA SOK TAU - All Rights Reserved Created With