Kisah Mengharukan Seorang Wanita
arifuddinali.blogspot.com - Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang laki-laki berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang perempuan yaitu seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang menciptakan sang laki-laki jatuh hati.
Sang perempuan hamil di luar nikah. Sang laki-laki kemudian mengajaknya menikah, dengan membawa sang perempuan ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang bau tanah sang laki-laki tidak menyukai perempuan tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang perempuan tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang laki-laki berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah memutuskan keputusannya, apapun resikonya bagi dia.
Sang perempuan merasa tak berdaya, tetapi sang laki-laki menyakinkan perempuan tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang laki-laki terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesua yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).
Sebulan telah berlalu, sang laki-laki gagal untuk membujuk orang tuanya biar mendapatkan calon istrinya. Sang orang bau tanah juga stress alasannya gagal membujuk anak satu-satunya, biar berpisah dengan perempuan tsb, yang berdasarkan mereka akan sangat merugikan masa depannya. Sang laki-laki kesannya memutuskan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang bau tanah sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.
Sebagai gantinya, kedua orang bau tanah tiba ke daerah yang telah ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang perempuan sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita, biar meninggalkan anak mereka satu-satunya.
Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan melarat secara perlahan2.
Mereka bahkan menunjukkan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan biar perempuan tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb sanggup dipakai untuk membiayai hidupnya di daerah lain.
Sang perempuan menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menjadikan banyak kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia oke untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk mendapatkan uang tsb. Ia menyayangi sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?.
Ibu sang laki-laki kembali memohon kepada perempuan tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia menentukan berpisah dengan sang pria. Ibu sang laki-laki kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan perjuangan orang tuanya. “Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini yaitu untuk kebaikan kalian berdua”, kata sang ibu.
Dengan berat hati, sang perempuan menulis surat. Ia menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf dikarenakan telah melanggar akad setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akhir perbedaan status sosial mereka. Ia tidak besar lengan berkuasa lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah.
Tetesan air mata sang perempuan tampak membasahi surat tersebut.
Sang perempuan yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang perempuan segera meninggalkan kota itu,sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.
****
Tiga tahun telah berlalu. Ternyata perempuan tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melaksanakan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya.
Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, alasannya ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya.
Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb kesannya juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk menunjukkan pinjaman.
Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk menciptakan sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya bisa membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, alasannya ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.
Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di simpulan bulan ketika gajian.
Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan bunyi kesakitan yang teramat sangat?..
Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menimbulkan rintihan kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu.
****
Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau” (terjemahannya “Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik”).
Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu kini bekerja sebagai penjaga toko, alasannya ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari-har mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa ibunya, biar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, alasannya perlu perhiasan biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.
Ia juga tahu, bulan depan yaitu hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak sesudah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.
Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko biar menyimpan jam tangan tsb, alasannya ia akan membelinya bulan depan. “Apakah kau punya uang?” tanya sang pemilik toko. “Tidak sekarang, nanti saya akan punya”, kata sang anak dengan serius.
Ternyata, bulan depan sang anak benar-benar muncul untuk membeli jam tangan itu. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main-main.
Ketika menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya “Dari mana kau mendapatkan uang itu? Bukan mencuri kan?”. “Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini yaitu hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki ketika pulang dari sekolah ke rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku wacana hal ini. Ia akan marah” kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tersebut.
Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera menunjukkan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tersebut. Sang ibu terkejut bercampur haru, ia gembira dengan anaknya. Jam tangan ini memang yaitu impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.
“Apakah kau mencuri, Nak?” Sang anak membisu seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut.
Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. “Walaupun kita miskin, kita dihentikan mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari kau wacana hal ini?” kata sang ibu.
Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya semenjak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, alasannya ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya. Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tersebut heran, dan kemudian prihatin sesudah mengetahui kejadiannya. “Ia sebetulnya anak yang baik”, kata salah satu tetangganya.
Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.
Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon biar jangan menceritakan yang sebetulnya pada ibunya.
“Nak, ketahuilah, anak yang baik dihentikan berbohong, dan dihentikan menyembunyikan sesuatu dari ibunya”. Sang anak mengikuti nasehat kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari ini yaitu hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.
Tampak sang kakek meneteskan air mata ketika selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu.”Maafkan saya, Nak.”
“Tidak Bu, saya yang bersalah”
****
Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, alasannya tidak akan ada yang mewarisi perjuangan mereka kelak.
Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah gres menyadari bahwa sebetulnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.
Berita ini segera diketahui oleh orang bau tanah sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.
****
Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter menyampaikan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.
Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.
Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar yaitu menyerahkan anaknya kepada sang ayah, alasannya sang ayahlah yang bisa membiayai perawatannya.
Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau”, lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama sang anak.
Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, alasannya ia hanya ingin dengan ibu. “Tetapi ibu tidak bisa membiayai perawatan kamu, Nak” kata ibu. “Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu”, kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.
Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh ketika bersama ibunya, sang anak menolak. “Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu”, teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata “Nak, kau harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu.”
“Tidak, saya tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu kini tidak mau saya lagi”, sang anak mulai menangis.
Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu-sedu
“Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu”. Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan menyampaikan “Benar, ibu tidak sayang kau lagi. Tinggallah disini”, ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.
Di rumah, sang ibu kembali menyesali nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.
Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi ketika akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh
diri itu dibatalkan, demi anaknya juga.
****
Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke daerah lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan.
Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun sanggup ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa daerah tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan menunjukkan semuanya untuk ibu.
Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika hingga di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga menyampaikan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis “Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi.”
Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah menyampaikan semuanya sudah pulang. Semua daerah sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.
Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini yaitu hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk hingga melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik kendaraan beroda empat menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak bisa menahan tangisannya, ketika membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.
Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu memperabukan dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon biar bisa menemukan anaknya.
Seperti menerima petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kau memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im niscaya akan menolongmu, jikalau niat kau baik.
Ibunya memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon biar bisa bertemu dengan dirinya.
Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah.
****
Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki dingklik kuliah. Ia sering beradu ekspresi dengan ayah, mengenai problem ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.
Siang itu, ibarat biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan sobat wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang perempuan bau tanah yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak menggunakan tongkat. Ia tidak pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.
Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis bau tanah itu. Ternyata sang pengemis bau tanah sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah “Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?”
Sang anak merasa mengenal perempuan bau tanah itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu “Shi Sang Ci You Mama Hau” dengan bunyi perlahan, tak disangka sang pengemis bau tanah ikut menyanyikannya dengan bunyi lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal bunyi ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb ketika ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis bau tanah itu dan berteriak dengan haru “Ibu? Ini saya ibu”.
Sang pengemis bau tanah itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, kemudian bertanya, “Apakah kau ??..(nama anak itu)?” “Benar bu, saya yaitu anak ibu?”.
Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi bumi Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila. (*)
0 Comment
Posting Komentar