Ukuran Keberhasilan Pelaksanaan Pembangunan
arifuddinali.blogspot.com - Ukuran keberhasilan pembangunan idealnya harus ditentukan menurut dimensi pembangunan, yakni tergantung kepada fokus dan orientasi pembangunan yang dilaksanakan dan dimensi mana yang lebih menjadi perhatian bersama bagi:
(1) Pengambil keputusan (Decision maker)
(2) Perencana (planner) sebagai perencana dan perancang (berbagai aktifitas pembangunan, tujuan dan targetnya serta pelaksanaannya),
(3) Pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau sering disebut juga sebagai biro pembangunan,
(4) Masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.
Dimensi yang menjadi perhatian ini lalu diberikan indikator. Indikator-indikator dari aneka macam dimensi pembangunan inilah yang lalu dijadikan tolok ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Secara teori semua kelompok dimensi pembangunan yang telah dikemukakan terlebih dahulu, sanggup dicarikan indikator-indikatornya dan lalu dipergunakan sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya aneka macam pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan di aneka macam tingkatan menerapkan ukuran dan indikator yang berbeda-beda untuk memperlihatkan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Pengukuran keberhasilan pembangunan harus melewati dua tahap, yaitu:
(1) Tahapan identifikasi sasaran pembangunan, dan
(2) Tahapan aggregasi karakteristik pembangunan
Tahapan identifikasi sasaran pembangunan diharapkan biar sanggup memilih secara terang siapa yang akan menikmati hasil pelaksanaan pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang sanggup dilakukan biar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Sedangkan tahapan aggreasi karakteristik pembangunan diharapkan untuk menjaga biar ketika skala acara pembangunan diperluas, sasaran yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap identifikasi.
Ravalion and Datt (1996) menyarankan biar sanggup diperoleh ukuran keberhasilan pembangunan yang lebih peka, maka faktor-faktor berikut perlu diperhitungkan, yaitu:
(1) pengeluaran real setiap orang dewasa,
(2) saluran kepada barang yang tidak dipasarkan,
(3) distribusi intra rumah tangga dan
(4) karakteristik personal.
Pengeluaran real merupakan indikasi yang lebih akurat dari kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran real lebih mendekati kepada pengertian disposable income, yaitu pendapatan higienis sesudah diperhitungkan aneka macam pajak dan penyusutan-penyusutan. Akses kepada barang yang tidak dipasarkan perlu untuk merepresentasikan seberapa jauh fasilitas pelayanan publik sanggup menjangkau masyarakat, baik fasilitas publik tersebut berupa infrastruktur, sarana maupun prasarana untuk aneka macam jenis acara dan aktifitas pembangunan masyarakat.
Kalau kita memperhatikan kelaziman pemakaiannya, maka ukuran pembangunan yang didasarkan pada dimensi ekonomi merupakan jenis yang paling luas dipergunakan di aneka macam bab dunia. Ukuran ini terutama dalam bentuk pendapatan dengan aneka macam variasi dan turunannya, menyerupai produk domestik bruto (PDB), pendapatan nasional, pendapatan wilayah, pendapatan perkapita, pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan, tingkat investasi, tingkat dan nilai ekspor maupun impor dan seterusnya.
Variasi yang lain dari ukuran pembangunan tipe ini yaitu dengan pendekatan pengentasan kemiskinan, yakni bahwa keberhasilan pembangunan diukur dengan seberapa jauh upaya-upaya pembangunan sanggup mengentaskan kemiskinan. Secara garis besar problema kemiskinan sanggup dibedakan atas dua jenis, yakni kemiskinan adikara dan kemiskinan relatif. Kemiskinan adikara biasanya dinyatakan dengan tingkatan tertentu yang harus dipenuhi atau diharapkan untuk sanggup menjalankan hidup secara layak. Tingkatan ini lazim dikenal dengan garis kemiskinan. Ukuran yang digunakan sebagai garis kemiskinan ini berbeda-beda, tergantung sudut pandang dan fokus penelaahan yang bersangkutan. Sedangkan kemiskinan relatif yaitu keadaan kekurangan yang dikenali sesudah melaksanakan perbandingan dengan mendasarkan pada suatu dimensi yang sama, contohnya dimensi daerah, dimensi sektor, dimensi negara dst. Kemiskinan adikara berafiliasi dengan besarnya pendapatan yang diperoleh, sedangkan kemiskinan relatif berafiliasi dengan distribusinya.
Di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan adalah:
(1) Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti: PDB, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, dan distribusi pendapatan.
(2) Berdasarkan investasi: tingkat investasi, jumlah PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dan jumlah FDI (Foreign Direct Investment) yaitu investasi eksklusif oleh pihak asing.
(3) Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya: jumlah penduduk miskin, garis kemiskinan Sayogyo yang diadopsi oleh BPS (setara beras 320 kg di desa dan 480 di kota), tingkat kecukupan pangan (2100 kilokalori intake), tingkat kecukupan 52 jenis komoditas pangan, tingkat pemenuhan kebutuhan dasar sembilan materi pokok (BPN), Poverty Gap dan Severity Index, serta metode RAO (16 kg beras dikali 1,25 lalu dibagi dengan rata-rata rasio pangan terhadap pengeluaran total).
(4) Berdasarkan keadaan sosial kemasyarakatan dan kelestarian lingkungan: tingkat pendidikan (untuk aneka macam level dan kombinasinya), tingkat kesehatan (meliputi kesehatan ibu dan anak dan saluran kepada fasilitas hidup yang sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi tingkat pencemaran aneka macam aspek, tingkat keruasakan hutan, tingkat degradasi lahan dan seterusnya.
Dalam pengukuran keberhasilan pembangunan ini ada ukuran single dimension (dimensi tunggal) dan adapula yang multi dimension (dimensi ganda). Dimensi tunggal yaitu ukuran pembangunan yang hanya memperhatikan satu dimensi pembangunan saja dalam penyusunan indikatornya, sedangkan dimensi ganda yaitu ukuran keberhasilan pembangunan yang indikator-indikatornya memadukan aneka macam dimensi secara integral.
Contoh ukuran keberhasilan pembangunan multi dimensi yaitu indikator pembangunan insan atau Human Development Index (HDI) dari World Bank. Indikator-indikator yang digunakan dalam HDI adalah: tingkat cita-cita hidup bayi, tingkat literasi orang dewasa, rasio partisipasi sekolah dasar dan lanjutan dan PDB per kapita. Indikator-indikator ini masing-masing diberikan indeks dan selanjutnya digabungkan menjadi indeks pembangunan insan (Tabel 1).
Tabel 1. Human Development Index Tahun 1999 dari World Bank
Contoh yang lain yaitu ukuran keberhasilan pembangunan yang digunakan oleh tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang secara khusus dirancang untuk mengukur keberhasilan pembangunan di abad milenium, dan kesannya dinamakan sebagai sasaran pembangunan milenium atau Millenium Development Goal (MDG). Komponen indikator yang dikombinasikan dalam alat pengukur ini adalah:
(1) Menghapuskan kemiskinan dan kelaparan ekstrim
(2) Menjamin pendidikan dasar secara universal
(3) Mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan wanita
(4) Mengurangi mortalitas anak
(5) Mingkatkan kesehatan ibu
(6) Memerangi AIDS/HIV, Malaria dan wabah penyakit lainnya
(7) Menjamin lingkungan yang lestari
( 8) Membangun kerjasama global untuk pembangunan
Amerika Serikat menyebarkan sejumlah indikator pembangunan berkelanjutan, yaitu untuk mengakomodasikan keinginan mengukur keberhasilan pembangunan dan sekaligus juga untuk mengukur kemampuan aktifitas pembangunan tersebut untuk tetap dilanjutkan dari periode ke periode. Ukuran ini juga termasuk ukuran multi dimensi. Ukuran ini memperlihatkan 32 macam indikator yang berbeda dari aneka macam dimensi pembangunan. Yang menarik yaitu bahwa konsep ini diajukan oleh pihak swasta yang merupakan adonan aneka macam pihak dengan berbegai visi dalam pembangunan, mulai dari beberapa kelompok siswa sekolah menengah atas yang aktif dalam pembangunan berkelanjutan, gabungan dari lebih kurang 500 administrator dari aneka macam perusahaan swasta dan wakil-wakil dari aneka macam forum swadaya masyarakat. Konsep ini lalu mereka ejekan kepada pemerintah federal Amerika Serikat untuk mendapat persetujuan dan legitimasi bagi pemberlakuannya.
(1) Pengambil keputusan (Decision maker)
(2) Perencana (planner) sebagai perencana dan perancang (berbagai aktifitas pembangunan, tujuan dan targetnya serta pelaksanaannya),
(3) Pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau sering disebut juga sebagai biro pembangunan,
(4) Masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.
Dimensi yang menjadi perhatian ini lalu diberikan indikator. Indikator-indikator dari aneka macam dimensi pembangunan inilah yang lalu dijadikan tolok ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Secara teori semua kelompok dimensi pembangunan yang telah dikemukakan terlebih dahulu, sanggup dicarikan indikator-indikatornya dan lalu dipergunakan sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya aneka macam pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan di aneka macam tingkatan menerapkan ukuran dan indikator yang berbeda-beda untuk memperlihatkan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Pengukuran keberhasilan pembangunan harus melewati dua tahap, yaitu:
(1) Tahapan identifikasi sasaran pembangunan, dan
(2) Tahapan aggregasi karakteristik pembangunan
Tahapan identifikasi sasaran pembangunan diharapkan biar sanggup memilih secara terang siapa yang akan menikmati hasil pelaksanaan pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang sanggup dilakukan biar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Sedangkan tahapan aggreasi karakteristik pembangunan diharapkan untuk menjaga biar ketika skala acara pembangunan diperluas, sasaran yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap identifikasi.
Ravalion and Datt (1996) menyarankan biar sanggup diperoleh ukuran keberhasilan pembangunan yang lebih peka, maka faktor-faktor berikut perlu diperhitungkan, yaitu:
(1) pengeluaran real setiap orang dewasa,
(2) saluran kepada barang yang tidak dipasarkan,
(3) distribusi intra rumah tangga dan
(4) karakteristik personal.
Pengeluaran real merupakan indikasi yang lebih akurat dari kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran real lebih mendekati kepada pengertian disposable income, yaitu pendapatan higienis sesudah diperhitungkan aneka macam pajak dan penyusutan-penyusutan. Akses kepada barang yang tidak dipasarkan perlu untuk merepresentasikan seberapa jauh fasilitas pelayanan publik sanggup menjangkau masyarakat, baik fasilitas publik tersebut berupa infrastruktur, sarana maupun prasarana untuk aneka macam jenis acara dan aktifitas pembangunan masyarakat.
Kalau kita memperhatikan kelaziman pemakaiannya, maka ukuran pembangunan yang didasarkan pada dimensi ekonomi merupakan jenis yang paling luas dipergunakan di aneka macam bab dunia. Ukuran ini terutama dalam bentuk pendapatan dengan aneka macam variasi dan turunannya, menyerupai produk domestik bruto (PDB), pendapatan nasional, pendapatan wilayah, pendapatan perkapita, pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan, tingkat investasi, tingkat dan nilai ekspor maupun impor dan seterusnya.
Variasi yang lain dari ukuran pembangunan tipe ini yaitu dengan pendekatan pengentasan kemiskinan, yakni bahwa keberhasilan pembangunan diukur dengan seberapa jauh upaya-upaya pembangunan sanggup mengentaskan kemiskinan. Secara garis besar problema kemiskinan sanggup dibedakan atas dua jenis, yakni kemiskinan adikara dan kemiskinan relatif. Kemiskinan adikara biasanya dinyatakan dengan tingkatan tertentu yang harus dipenuhi atau diharapkan untuk sanggup menjalankan hidup secara layak. Tingkatan ini lazim dikenal dengan garis kemiskinan. Ukuran yang digunakan sebagai garis kemiskinan ini berbeda-beda, tergantung sudut pandang dan fokus penelaahan yang bersangkutan. Sedangkan kemiskinan relatif yaitu keadaan kekurangan yang dikenali sesudah melaksanakan perbandingan dengan mendasarkan pada suatu dimensi yang sama, contohnya dimensi daerah, dimensi sektor, dimensi negara dst. Kemiskinan adikara berafiliasi dengan besarnya pendapatan yang diperoleh, sedangkan kemiskinan relatif berafiliasi dengan distribusinya.
Di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan adalah:
(1) Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti: PDB, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, dan distribusi pendapatan.
(2) Berdasarkan investasi: tingkat investasi, jumlah PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dan jumlah FDI (Foreign Direct Investment) yaitu investasi eksklusif oleh pihak asing.
(3) Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya: jumlah penduduk miskin, garis kemiskinan Sayogyo yang diadopsi oleh BPS (setara beras 320 kg di desa dan 480 di kota), tingkat kecukupan pangan (2100 kilokalori intake), tingkat kecukupan 52 jenis komoditas pangan, tingkat pemenuhan kebutuhan dasar sembilan materi pokok (BPN), Poverty Gap dan Severity Index, serta metode RAO (16 kg beras dikali 1,25 lalu dibagi dengan rata-rata rasio pangan terhadap pengeluaran total).
(4) Berdasarkan keadaan sosial kemasyarakatan dan kelestarian lingkungan: tingkat pendidikan (untuk aneka macam level dan kombinasinya), tingkat kesehatan (meliputi kesehatan ibu dan anak dan saluran kepada fasilitas hidup yang sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi tingkat pencemaran aneka macam aspek, tingkat keruasakan hutan, tingkat degradasi lahan dan seterusnya.
Dalam pengukuran keberhasilan pembangunan ini ada ukuran single dimension (dimensi tunggal) dan adapula yang multi dimension (dimensi ganda). Dimensi tunggal yaitu ukuran pembangunan yang hanya memperhatikan satu dimensi pembangunan saja dalam penyusunan indikatornya, sedangkan dimensi ganda yaitu ukuran keberhasilan pembangunan yang indikator-indikatornya memadukan aneka macam dimensi secara integral.
Contoh ukuran keberhasilan pembangunan multi dimensi yaitu indikator pembangunan insan atau Human Development Index (HDI) dari World Bank. Indikator-indikator yang digunakan dalam HDI adalah: tingkat cita-cita hidup bayi, tingkat literasi orang dewasa, rasio partisipasi sekolah dasar dan lanjutan dan PDB per kapita. Indikator-indikator ini masing-masing diberikan indeks dan selanjutnya digabungkan menjadi indeks pembangunan insan (Tabel 1).
Tabel 1. Human Development Index Tahun 1999 dari World Bank
Contoh yang lain yaitu ukuran keberhasilan pembangunan yang digunakan oleh tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang secara khusus dirancang untuk mengukur keberhasilan pembangunan di abad milenium, dan kesannya dinamakan sebagai sasaran pembangunan milenium atau Millenium Development Goal (MDG). Komponen indikator yang dikombinasikan dalam alat pengukur ini adalah:
(1) Menghapuskan kemiskinan dan kelaparan ekstrim
(2) Menjamin pendidikan dasar secara universal
(3) Mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan wanita
(4) Mengurangi mortalitas anak
(5) Mingkatkan kesehatan ibu
(6) Memerangi AIDS/HIV, Malaria dan wabah penyakit lainnya
(7) Menjamin lingkungan yang lestari
( 8) Membangun kerjasama global untuk pembangunan
Amerika Serikat menyebarkan sejumlah indikator pembangunan berkelanjutan, yaitu untuk mengakomodasikan keinginan mengukur keberhasilan pembangunan dan sekaligus juga untuk mengukur kemampuan aktifitas pembangunan tersebut untuk tetap dilanjutkan dari periode ke periode. Ukuran ini juga termasuk ukuran multi dimensi. Ukuran ini memperlihatkan 32 macam indikator yang berbeda dari aneka macam dimensi pembangunan. Yang menarik yaitu bahwa konsep ini diajukan oleh pihak swasta yang merupakan adonan aneka macam pihak dengan berbegai visi dalam pembangunan, mulai dari beberapa kelompok siswa sekolah menengah atas yang aktif dalam pembangunan berkelanjutan, gabungan dari lebih kurang 500 administrator dari aneka macam perusahaan swasta dan wakil-wakil dari aneka macam forum swadaya masyarakat. Konsep ini lalu mereka ejekan kepada pemerintah federal Amerika Serikat untuk mendapat persetujuan dan legitimasi bagi pemberlakuannya.
---------------------------------
Ukuran keberhasilan kinerja Pemda terlihat dari absorpsi anggaran pendapatan dan belanja kawasan (APBD). Pasalnya, APBD yaitu stimulus roda perekonomian.
"Kalau APBD-nya baik berarti bisa jadi faktor utamanya APBD terserap dengan baik, banyak terserap. Kedua di dalam APBD isinya belanja publik. Artinya apa? Pada dikala APBD terserap rendah, maka belanja publiknya rendah,"
Apabila anggaran terserap, maka perencanaannya baik. "Jadi absorpsi itu yaitu proses selesai dari sebuah proses perencanaan yang berjalan. Kalau absorpsi baik berarti belanja publiknya besar. Belanja publik besar berarti masyarakat terbantu,"
-ar-
-ar-
0 Comment
Posting Komentar